We’ve updated our Terms of Use to reflect our new entity name and address. You can review the changes here.
We’ve updated our Terms of Use. You can review the changes here.

Holy Suburbs

by Strange Mountain

/
1.
Holy Living 03:48
2.
3.
Golden Haze 01:26
4.
5.
Galasin 05:50
6.
7.
8.

about

An ode to early teenage memories of having little more in daily dilemmas than where to hang and what to do with the day. Dusty arcades, empty lots, the playground, peaceful football fields at dawn. For these colorful suburbs in particular: Cook, ACT, Australia; Wassenar, Holland, and Cempaka Putih, Jakarta, Indonesia.

DEATHROCKSTAR - Saya mengenal Marcel Thee sejak dibangku SMP dan sejak saat itulah saya mendengarkan panorama suara yang seperti menggali kepingan memori, dimana saat itu belum banyak terkoleksi namun seiring waktu dan seiring semakin banyaknya ingatan yang tersimpan baik secara personal maupun kolektif maka komposisi seperti ini semakin memberikan arti untuk saya pribadi. Holy Suburbs adalah bagian dari persimpangan ingatan kolektif bagi saya dan beberapa teman main diwaktu sekolah menengah. Dengan suara keyboard khas yang muncul dari keyboard-keyboard murah disaat booming satu keluarga satu keyboard, ditambah ingatan saat kita mendengarkan Silver Mt. Zion, Godspeed You Black Emperor bersama-sama untuk kemudian membuat proyek bebunyian yang termuat dibeberapa kompilasi beroplah mini. Untuk saya rilisan ini bisa berarti mengenang hal-hal dimasa lalu yang tidak akan bisa kembali lagi dan yang tersisa hanyalah kenangan dan kenyataan mengenai buruknya tata kota sekarang dan tidak kunjung berkurangnya polusi. Masa muda kita yang begitu berharga sekarang terdokumentasi diotak dan album ini adalah musik latar saat kita merekoleksi pustaka memori tersebut

ELEVATION - Holy Suburbs mungkin adalah sebuah oxymoron. What's so holy about life in the suburbs? Bagi kebanyakan orang, tinggal di daerah pinggiran kota besar, dengan rumah dua lantai yang sejajar dua lapis dengan carport berisi mobil SUV atau sedan kecil, dengan pagar yang rendah di mana para penghuninya berakhir pekan dengn mengunjungi mall dan food court, adalah sebuah keniscayaan. Terutama keluarga baru, dengan suami istri yang bekerja untuk perusahaan pertambangan atau telekomunikasi, tinggal di suburban adalah pilihan yang paling masuk akal. Namun tidak bagi mereka yang menolak tunduk pada konformitas, mereka yang mungkin bekerja sebagai seniman, editor, penulis apalagi musisi.

Arcade Fire telah berhasil meninggalkan dokumen abadi tentang neraka dunia yang mereka sebut sebagai The Suburbs, album monumental yang berhasil membantu kita memahami sebuah subkultur masyarakat Amerika Serikat yang banyak dicemooh sebagai sumber keterbelakangan ideologi, pandangan dunia serta kemunduran kesehatan umat manusia (bagi anda yang pernah tinggal di pedalaman suburban Amerika Serikat tentu akan mudah paham tentang bagaimana kehidupan kaum suburbanites yang berputar di sekitar, fast-food, pompa bensin dan Wal-mart).

Dengan musik indie rock baroque yang semakin sulit dipahami, Arcade Fire seperti sedang mengingatkan kita bahwa tidak ada hal baik yang bisa datang dari wilayah suburban. Win Butler dan rekan-rekan, mantan mall-rats dan suburban boys di Texas, harus pindah dulu ke Montreal yang hip untuk menjadi sebuah band indie yang terhormat. Dan buat mereka yang harus bertahan di suburban El Paso, Texas, atau Gainsville, Florida, musik yang tersisa hanyalah adalah pop punk atau melodic punk yang hanya layak didengarkan remaja tanggung atau mereka yang menua namun tak pernah mau beranjak dari NOFX, Against Me! Atau At The Drive In.

Di Jakarta, tinggal di daerah suburban, bukanlah sebuah pilihan yang terlalu buruk. Ini adalah jalan tengah dari tinggal di tengah kota yang tidak hanya tidak layak lagi untuk manusia sehat dan normal (banjir, polusi, kejahatan) namun juga bisa menjadi pintu keluar dari banalitas kehidupan modern yang lebih memuakkan (hidup terlalu dekat dengan jam kantor dan shopping mall yang semakin telanjang menggelorakan gairah konsumsi). Dan tentu saja, jika anda seorang penulis atau musisi berpenghasilan secukupnya sangat tidak mungkin untuk membeli apartemen di tengah kota atau membeli rumah 1.000 meter persegi di Pondok Indah, kecuali anda adalah Ahmad Dhani.

Suburban juga adalah sebuah tempat dimana jiwa-jiwa yang tidak tenang bisa melarikan diri dari kepungan dan kejaran masa lalu yang mewujud dalam agama, ideologi, politik, birokrasi atau sekedar bayangan masa kanak-kanak. Di suburban yang terlindungi oleh pagar bercat putih dengan satpam 24 jam, tidak akan ada lagi pengajian yang terlalu berisik atau loudspeaker masjid yang terlalu keras. Juga, paling tidak gereja harus dicari agak jauh di luar kompleks. Birokrasi dan riuh rendah politik (jika anda mau mematikan televisi lokal) akan jauh dari anda, karena tidak ada spanduk dan gambar caleg yang bisa melewati penjagaan satpam yang sudah anda bayar bulanan itu bukan?

Mungkin Holy Suburbs datang dari suasana yang tenang, jika bukan malah steril. Marcel mungkin tinggal di suburban, seperti saya dan banyak dari anda. Tapi ada suasana sendu untuk mencari tautan dan ingatan yang telah hilang sebagai akibat hidup yang harus tercerabut ke pinggiran kota. Derau dan derik metalik yang berkarat, mencoba memberi latar bagi sapuan kanvas melankolia lembayung yang muncul hanya dari terlalu lama memandang matahari sore dari atap tertinggi sebuah shopping mall atau potongan langit pagi di ujung carport.

Dislokasi, pencarian akan makna hidup ketika hidup mengalami domestikasi yang tidak bisa dilawan, menghitung perjalanan waktu yang ditandai oleh seberapa siang perempuan kecil di rumah anda pulang dari sekolah, atau merasakan kesementaraan hidup yang banal dari memilih menu sederhana di food court tidaklah lebih mudah dibanding mencari jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan besar kehidupan. Saya harus setuju bahwa ini juga hidup yang suci. Suburban life is a holy living.

credits

released February 26, 2014

Recorded at home by Marcel Thee. Released by Elevation Records. Mastered by Ababil Ashari

Buy physical copy through elevationrecords.co

license

all rights reserved

tags

about

Strange Mountain Jakarta, Indonesia

Strange Mountain is Marcel Thee (Sajama Cut, Roman Catholic Skulls, The House of Faith and Mirrors, The Knife Club, Nakatomi Plaza, and solo) from Jakarta, Indonesia

contact / help

Contact Strange Mountain

Streaming and
Download help

Redeem code

Report this album or account

Strange Mountain recommends:

If you like Strange Mountain, you may also like: